Tentara Filipina Mempertimbangkan Untuk Menargetkan Masjid

RAPPLER- tentara Filipina mulai mempertimbangkan untuk membom masjid dimana para militan melakukan serangan terhadap tentara, menyusul tekanan terhadap militer untuk segera mengakhiri konflik di Marawi.
“ini adalah masalah yang sedang kita pelajari dengan hati-hati” dalam sebuah pernyataan kepada wartawan pada senin, 5 juni di Malacanang.

Penggunaan area masjid dan madarasah oleh para militan dimana mereka melakukan penyerangan terhadap pasukan pemerintah menjadi alasan utama mengapa mereka terus menguasai sekitar 10% daerah di Marawi yang masih berada dibawah kendali para militan.


 (ilustrasi)

Beberapa bangunan keagamaan ini dimanfaatkan oleh para militan sebagai “sarang sniper”, memberikan keuntungan titik pantau sekaligus perlindungan yang baik, mengingat hukum internasional yang melarang serangan terhadap tempat-tempat ibadah dan bangunan budaya lainnya.

Adanya hukum internasiona inilah yang menyebabkan pasukan pemerintah untuk mempertimbangkan menargetkan masjid sebagai upaya terakhir yang dapat dilakukan.

“kepala staff kami memberikan instruksi kepada komandan lapngan untuk melakukan apapun untuk menghindari tindakan yang melawan hukum internasional tersebut” kata Padilla.

Pihak militer terus menghimbau pada militan untuk menyerah dan tidak menggunakan tempat ibadah sebagai medann pertempuran.

Namun ada pengecualian terhadap hukum internasional tersebut.

“setiap orang yang bersenjata yang menguasai wilayah tertentu, entah di rumah sakit atau tempat ibadah, jika mereka bersikeras tinggal ditempat itu ada ketentuan internasional yang mengatakan bisa dijadikan target” kata Padilla.

Konvensi Den Haag tahun 1954 memberikan perlindungan pada properti budaya dalam konflik bersenjata dan menyerukan kepada negara-negara untuk menahan diri dari “tindakan permusuhan yang ditujukan terhadap properti semacam itu”.

Namun, kesepakatan tersebut yang juga ditanda tangani oleh Filipina mengatakan bahwa hukum semacam itu dapat diabaikan dalam kasusu “kebutuhan militer yang mendesak”.

Pengabaian ini hanya bisa diajukan jika seorang perwira yang memimpin pasukan setingkat batalion atau lebih besar menentukan adanya keharusan tindakan militer yang dibutuhkan untuk menargetkan properti budaya.

Dalam aturan konvensi Hague juga mengharuskan militer memberikan peringatan dini saat properti budaya tersebuta akan diserang.

Krisis Marawi telah memasuki hari ke 14 pada senin, 5 juni. Darurat militer di Mindanao yang diumumkan oleh presiden Duterte karena krisis tersebut.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »